Jumat, 15 Juni 2012

BAB I

MEMAHAMI ILMU FILSAFAT DAN FILSAFAT ILMU
Ilmu dan filsafat, secara histories sudah ada sejak zaman Yunani kuno. Pada zaman itu, ilmu dan filsafat menjalin menjadi satu, dan orang tidak memisahkannya sebagai dua hal yang berlainan, termasuk dalam pengertian epistisme. Kata “epitisme” merupakan kata padanan dari kata philosophis.
PENGERTIAN ILMU DAN FILSAFAT
Kata “ilmu” berasal dari bahasa Arab ‘ilm yang berarti pengetahuan, merupakan kata ini adalah dari jahl yang berarti ketidktahuan atau kebodohan . Kata “ilmu” biasa disepadankan dengan kata arab lainnya, yaitu ma’rifat (pengetahuan), fiqh (pemahaman), hikmah (kebijaksanaan) dan syu’ur (perasaan). Ma’rifat adalah padanan kata yang paling sering digunakan.
Istilah inggris Science berasal dari kata Latin Science yang diturunkan dari kata scire yang berarti mengetahui (to now). Kata scire juga berarti belajar (to learn). Karena itu pengertian ilmu sebagai pengetahuan sesuai dengan arti asal usul istilah itu.
Ilmu sering diterjemahkan para a’lama (bahasa arab) atau science (bahasa inggris) yang menjadi serapan dari kata scio atau scire (bahasa latin) yang mengandung arti kejelasannya, ciri dan sekaligus karakter.
Istilah sain (science) diberi arti sebagai ilmu khusus yang lebih terbatas lagi, yakni sebagai pengetahuan sistematis mengenai dunia fisis atau material. Istilah ini sering juga dipakai untuk menunjuk gugusan ilmu-ilmu kealaman atau natural science.
Dari segi maknanya, penertian ilmu menunjuk sekurang- klurangnya 3 (tiga) hal, yaitu pengetahuan, aktivitas, dan metode. Ilmu dalam arti pengetahuan adalah sesuatu kumpulan yang sistematis dari pengetahuan. Tapi banyak ilmuan yang menyebutkan bahwa ilmu adalah segala sesuatu yang diketahui, tanpa adanya persyaratan yang sistematis atau harus menggunakan metode ilmiah. Ilmu adalah proses atau aktivitas yang membuat pengetahuan, demikian menurut pendapat Charles Singer dan John Warfield. Sedang Harold H. Titus berpendapat bahwa ilmu ialah suatu metode guna memperoleh pengetahuan yang obyektif
dan dapat diperiksa kebenarannya. Bila digabung bahwa ilmu ialah penelitian, metode ilmiah dan pengetahuan sistematis.
Ilmu sebagai aktivitas memilki 3 (tiga) sifat, yaitu:
- Rasional, artinya proses pemikiran yang berpegang kepada kaidah logika.
- Kognitif, yaitu proses mengetahui dan memperoleh pengetahuan.
- Teologis, yaitu memperoleh kebenaran, memperoleh pemahaman, memberikan penjelasan dan melakuakan penerapan dengan melalui peramlan atau pengendali.
Dengan demikian, ternyata ilmu mengarah kepada kepada berbagai tujuan, yakni : pengetahuan (knowledge), kebenaran (truth), pemahaman (understanding), comprehension atau insight), penjelasan (explanation), peramalan (prediction), pengendali (control), dan penerapan (application, invetion atau production).
Ilmu sebagai metode ilmiah, dapat dianggap sebagai pola pola ilmiah yang terdiri dari: analisis (analisys), pemberian (description), penggolongan (classification), pengukuran (meassurment), perbandinagan (comporison) dan survei (survey). Metode ilmiah meliputi suatu rangkaian langkah yang tertib.
Meski tidak ada suatu kesatuan pendapat mengenai jumlah, bentuk dan urutannya, tetapi jumlah langkah itu merentang dari yang sederhana tiga langkah sampai kepada yang rumit 11 langkah.
Tata langkah yang melibatkan berbagai konsep dalam metode ilmiah. Konsep adalah ide umum yang mewakili sesuatu himpunan hal yang biasanya dibedakan dari pencerapan atau presepsi mengenai suatu hal khusus atau satu- persatu. Konsep tata langkah penelitian itu berbentuk model dan hipotesis. Model ialah suatu gambaran abstrak atau sesuatu citra yang diperlakukan terhadap sekelompok gejala. Hiopotesis adalah sesutu keterangan bersifat sementara atau untuk keperluan pangujian yang diduga mungkin benar dan dipergunakan sebagai pangkal untuk penyelidikan lebih lanjut sampai diperoleh kepastian dengan pembuktian.
Ilmu sebagai pengetahuan ilmiah secara struktural dapat dijelaskan sebagai berikut:
Pengetahuan ilmiah tersusun atas : objek sebenarnya, bentuk pernyataan, ragam proposi, ciri pokok dan pembagian sistematis.
Obyek sebenarnya terdiri dari obyek material dan obyek formal. Obyek material terdiri dari : ide abstrak, benda fisis, jasad hidup, gejala rohani, peristiwa sosial dan proses tanda.
Bentuk pernyataan terdiri dari : deskripsi, preskripsi, eksposisi pola dan rekohistoris.
Ragam proposisi terdiri dari asa ilmiah, kaidah ilmiah, dan teori ilmiah.
Ciri pokok terdiri dari : sistematisasi, keumuman, rasional, veriabilitas dan komunitas.
PENGERTIAN FILSAFAT
Tidak ada kesatuan pendapat, bahkan bertentangan satu sama lain, manakala merumuskan pengertian filsafat. Setiap fiulsuf terkemuka dan sesuatu aliran filsafat memberikan definisi filsafat yang berlainan sesuai dengan sesuatu segi yang menjadi pusat perhatiannya. Untuk memberikan gambaran hal itu mari diikuti uraian berikut ini.
Istilah filsafat merupakan terjemahan dari perkataan bahasa inggris, philosophy. Kata philosophy berasal dari kata yunani ; Philosophia. Akar katanya adalah philos atau phila artinya cinta, dan sophia artinya kearifan. Arti lain dari sophia adalah kebenaran pertama, pengethuan luas, kebijakan intelektual, pertimbangan sehat dan kecerdikan dalam memutuskan soal soal praktis. Dalam bahasa arab, kata filsafat disebut falsafat. Menurut Abdurraziq (Mesir), kata falsafat sama dengan kata hikmah yang berarti pengetahuan atau kebijaksanaan.
Orang pertama kali memperkenalkan istilah philosophia adalah Phytagoras (572-476 SM). Dengan merendah Phytagoras berkata bahwa dirinya hanyalah seorang philoscophos artinya orang yang mencintai kearifan, sebab kearifan yang sesungguhnya hanya dimliki oleh Tuhan. Aliran filsaffatnya mengatakan bahwa ; bilangan merupakan intisari dari semua benda maupun dasar dari sifat sifat benda. Dalilnya berbunyi ; bilangan memerintahkan jagat raya.
Pengembangan logika modern dimulai oleh Sir William Hamilton dan August ke Morgan. Langkah yang besar terutama tercapai berkat usaha George Boole, yang menyatakan bahwa bahasa memegang peranan menentukan, tiap kalimat majemuk dipecah menjadi kalimat-kalimat sederhana, dan kalimat-kalimat sederhana diganti dengan simobl-simbol. Berfikir filsafat memiliki 3 (tiga) karakteristik yaitu:
Menyeluruh. Seorang filsuf tidak puas lagi mengenal ilmu hanya dari segi pandang ilmu sendiri Mendasar. Filsafat tidak mempercayai begitu saja bahwa ilmu itu benar. Mengapa ilmu itu dapat disebut benar ? Bagaimana proses penilaian berdasarkan kriteria tersebut dilakukan ? Apakah kriteria itu sendiri benar ? lalu benar sendiri itu apa ?. seperti sebuah lingkaran, maka pernyataan melingkar menyusun sebuah lingkaran, dimulai dari satu titik yang awal dan sekaligus menjadi lahir.
Spekulatif menyusun sebuah lingkaran harus dimulai dari sebuah titik bagaimanapun spekulatifnya. Yang penting adalah bahwa dalam prosesnya, baik dalam analisis maupun pembuktiannya, bisa memisahkan spekulasi mana yang dapat diandalkan dan mana yang baik.
Obyek penelitian filsafat adalah obyek yang abstrak, maka temuannya juga abstrak. Paradigmanya ialah paradigma logis (logical paradigma), metodenya metode rasional (method of reason). Kebenaran pengetahuan filsafat hanya di pertanggungjawabkan secara logis. Bila logis, benar, bila salah, tidak pernah dapat dibuktikan secara empiris. Bila logis dan empiris, maka berubah menjadi pengetahuan sains.
ILMU FILSAFAT DAN FILSAFAT ILMU
Filsafat ilmu oleh Thales dengan konsepsi filsafta jagta raya atua kosmologi. Filsafat ini kemudian berkembang kearah filsafat spekulatif pada Plato dan filsafat metafisika pada Aristoteles.
Memasuki abad XX filsafat berubah lagi menjadi dua ragam, yaitu filsafat kritis yang kemudian berubah menjadi filsafat analitik memusatkan perhatiannya pada analisis secara cermat terhadap makna yang berbagai pengertian yang diperbincangkan dalam filsafat seperti substansi, eksistensi, moral, realitas, sebab, nilai kebenaran, kebaikan, keindahan, dan kemestian.
Filsafat spekulatif adalah usaha menyusun sebuah sistem ide-ide umum yang berpautan, logis dan perlu dalam kerangka sistem itu setiap unsur dari pengalaman manusia yang ditafsirkan.
Ilmu yang mempelajari perkembangan pemikiran dari filsafat itulah yang disebut dengan ilmu filsafat, termasuk didalamnya mempelajari biografi para filusuf itu sendiri.
Filsafat ilmu adalah sebuah tinjauan kritis tentang pendapat pendapat ilmiah dewasa ini dengan perbandingan terhadap pendapat lampau yang telah dibuktikan atau dalam kerangka ukuran-ukuran yang dikembangkan dari pendapat-pendapat itu. Dalam prakteknya filsafat ilmu bukan suatu cabang ilmu bebas dari praktek ilmiah senyatanya. Secara singkat filsafat ilmu adalah analisis yang netral secara etis dan falsafati, pelukisan dan penjelasan mengenai landasan- landasan ilmu.
Filsafat ilmu sering diidentikan dengan ilmu filsafat inilah kekeliruan pertama. Pikiran model demikian, sering rancu dipakai banyak pihak. Seolah filsafat ilmu berdiri untuk menerangkan kronologi kefilsafatan. Jika filsafat ilmu hanya dipahami dalam rumpun yang demikian, tentu juga keliru. Filsafat ilmu mengkaji dua persoalan kesejarahan dan pokok-pokok pikiran kefilsafatan, ditambah kajian keilmuan lain, mulai pertanyaan terdasar, apa itu ilmu ? Bagaiman ilmu didapat ? Sumber ilmu itu apa ? Apa metodenya ? Bagaimana sarana alat yang digunkannya ?
Ada 4 (empat) bidang konsentrasi telaah dari filsafat ilmu, yaitu:
-Telaah mengenai berbagai konsep, praanggapan dan metode ilmu berikut analisis, perluasan dan penyusunannya untuk memperoleh pengetahuan yang lebih ajeg dan cermat.
-Telaah dan pembenaran mengenai proses penalaran dalm ilmu berikut struktur perlambangnya.
-Telaah mengenai saling kaitan diantar berbagai ilmu.
-Telaah mengenai akibat pengetahuan ilmiah bagi hal hal yang berkaitan denagn pencerapan dan pemahaman manusia terhadap realitas, entitas, teoritis, sumber dan keabsahan pengetahuan serta sifat dasar kemanusiaan.





BAB II
SEJARAH ILMU PENGETAHUAN
1. Dari Mistik ke ilmu
Ilmu pengetahuan merupakan buah dari kerja akal ( “ aql “ ). Namun demikian dikarunia akal tidak serta merta menghasilkan ilmu pengetahuan.
Yunani kuno sangat kaya dengan aspek-aspek mitos. Mite (kata dasar dari mitos) berkembang melebihi negeri-negeri lain. Negeri ini antic, nyentrik dan sekaligus unik. Sebuah negeri dongeng dengan lokus khusus yang hampir tidak dimiliki negeri apapun didunia, tentu di zaman dan untuk zamannya.
Ada beberapa factor yamg menyebabkan sesuatu menjadi mitos. Pertama, dongeng dan takhayul dapat menimbulkan filsafat. Diantara orang-orang yang ada yang tidak percaya begitu saja. Ia kritis ingin mengetahui kebenaran dongeng itu, dari situ timbul filsafat. Kedua, keindahan alam besar, terutama malam hari, menimbulkan keinginan orang pada orang yunani untuk mengetahui rahasia alam, berupa rumusan-rumusan pertanyaan ini juga menimbulkan filsafat.
Jadi utuhnya mitologi akan menghasilkan utuhnya kepercayaan, utuhnya system kepercayaan akan menghasilkan utuhnya system nilai. Sistem nilai memberi manusia suatu kejelasan tentang apa yang baik dan apa yang buruk (etika) dan ia menjadi dasar bagi lahirnya suatu peradaban.
Corak mitologis ini mendorong upaya manusia-manusia berani menerobos lebih jauh lagi, penggejalaan untuk mengetahui sesuatu yang peka (metafisik), tetapi abadi (eternal) dibalik yang bhineka, berubah, provan dan sementara.
Gerakan denitologi yang dilakukan Socrates, Palato dan Aristoteles, filsafat telah mencapai remarkable-nya. Sejak itu filsafat yang bercorak mitologis , berkembang menjadi ilmu praktis dan mulai menjarak dengan aspek-aspek mistik.
2. Sejarah Ilmu Pengetahuan Pada Kristen Awal
Pengaruh tradisi empiric rasional Plato-Aristoteles dan diawali guru-gurunya di Yunani, sebagaimana telah dijelaskan diatas, telah dunia mistik menjadi ilmu.
Kristen awal sangat elitis, misalnya biara tidak saja menjadi tempat aktivitas agama, ia juga menjadi pusat kegiatan intelektual. Karena kegiatan intelektual terjadi didalam biara dan gereja ditambah dengan adanya ketentuan terbatas bagi umat yang mampu dan dituntut menguasai injil, maka jumlah orang yang mengakses ilmu pengetahuan menjadi demikian kecil dan terbatas. Selama periode ini ilmu dibandingkan dengan panjangnya rentang waktu.
3. Sejarah Ilmu Pengetahuan di dunia Islam
Dunia islam selama tujuh abad keemasannya, bukan saja telah melahirkan filosuf seperti Ibnu Rusyd yang didunia barat dikenal dengan nama Averros (1198 M) dan menjadi pelopor masuknya filsafat kedunia eropa melalui Cordova, tetapi jauh sebelumnya Ibnu Rusyd dunia islam telah melahirkan filosof dan saintis seperti Al-Farabi (950 M) Al-Biruni (973-1048 M) Ibnu Al-Haitam (965-1039 M) Ibnu Sina (1037 M) Al-Kindi (1209 M).
Ilmu dalam dunia islam disemangati oleh nilai-nilai agama dan nilai-nilai epistemology keilmuan yang kompromistik itu disusun dalam cara kerja dan metodologi.
Bayani, Burhani dan Irfani. Juga telah melahirkan hukum islam (Fiqh Islam) dan bagaimana cara menghasilkan hukum islam (Ushul Fiqh). Sedangkan metodologi dan pendekatan Irfani mampu menyusun dan mengembangkan ilmu-ilmu kesufian.
4. Revolusi Ilmu Pengetahuan yang dihasilkan Ilmuan dan Filosuf barat modern
Masuknya filsafat Saveeos (Ibnu Rusydi) yang sangat aristotelian ke Eropa melalui Cordova, telah diwarisi oleh kaum Partistik kristen dan Skolastik Muslim. Warisan itu bersifat kualitatif dalam bidang pengetahuan dan teknologi, sebagai contoh Wels dalam karyanya “The Outline Of Histrory” (1951), yang menyimpulkan “ jika orang Yunani menjadi bapak metode ilmiah, maka orang muslim adalah bapak angkatnya” dan akhirnya melahirkan Renaisanse (abad ke 16) dan dimatakan melalui gerakan aufklarung (abad ke 18) yang dengan langkah ini, filsafat memasuki masa revolusioner dengan tahapan baru yang sangat modern meski terkesan vulgar-positipis bahkan ateistik.

BAB III
METAFISIKA/ANTROPOLOGI
1. PENGERTIAN
Metafisika berasal dari yunani, meta (sesudah sesuatu atau dibalik sesuatu) dan psysika (nyata, konkrit dan dapat diukur dijangkau panca indera), jadi metafisika adanya sesuatu dibalik yang nyata (fisik), atau ilmu yang mengkaji tentang sesuatu yang eksistensinya berada sesudah yang fisik (nyata).
2. SEJARAH KELAHIRAN METAFISIKA
Menurut Jean Hendrik (1996: 44) sekitar tahun 70 SM pertama kalinya dipopulerkan Andronicus dari Rhodes, ia telah menafsirkan karya-karya Aristoteles tersusun sesudah (meta) buku physika.
3. NILAI GUNA METAFISIKA
Metafisika bisa digunakan sebagai studi atau pemikiran tentang sifat tertinggi atau terdalam (ultimate nature) dari keadaan atau kenyataan yang nyata tampak variatif. Melalui pengkajian dan penghayatan terhadap metafisika, manusia akan dituntun pada jalan dan penumbuhan moralitas hidup. Ada peran yang bisa dikatakan penting yang diperoleh ilmu pengetahuan melalui pengkajian terhadap metafisika :
a. Mengajarkan tentang cara berfikir yang cermat dan tidak kenal lelah dalam pengembangan ilmu pengetahuan.
b. Menurut organilitas berfikir yang sangat diperlukan bagi ilmu pengetahuan.
c. Memberikan bahan pertimbangan yang matang bagi pengembangan ilmu pengetahuan, terutama pada wilayah pra-anggapan, sehingga persoalan yang diajukan memiliki landasan berpijak yang kuat.
d. Membuka peluang bagi terjadinya perbedaan visi dalam melihat realitas, ia tidak memiliki kebenaran yang benar-benar absolute.


Secara umum metafisika dapat dibagi menjadi :
A. Metafisika umum/ontologi para pilosof menyamakan kedua nama ini, istilah ini sering diartikan dalam ilmu yang mempelajari tentang hakikat sesuatu dibalik yang fisik sesudah yang fisik, bagiannya :
1. Naturalisme : adalah faham yang memandang bahwa yang dinamakan kenyataan adalah segala sesuatu yang bersifat kealaman.
2. Idealisme : pemahaman tentang materi atau tatanan kejadian-kejadian yang terdapat dalam ruang dan waktu sampai pada hakikatnya itulah faham idealisme.
3. Materialisme : faham yang menganggap bahwa materi merupakan wujud sebagai segala eksistensi.
B. Metafisika khusus terbagi pada tiga kajian
1. Kosmologi: ilmu yang membahas tentang alam isi atau jagat raya.
2. Teologi metafisik: kajiannya adalah tentang eksistensi tuhan yang bebas dari ikatan agama.
3. Filsafat antropologi: adalah cabang dari metafisika khusus yang membicarakan tentang manusia, apakah hakikat manusia? Bagaimana hubungan manusia dengan manusia dan manusia dengan alam? Termasuk bagaimana hubungan manusia dengan tuhan?








BAB IV
SUMBER ILMU PENGETAHUAN
Para filosofis dan saintis muslim tentang sumber ilmu pengetahuan berbeda pendapat dengan para filosofis dan saintis barat.
Filosuf dan saintis muslim berbeda pendapat bahwa sumber ilmu pengetahuan itu adalah wahyu yang termanifestasi dalam bentuk alquran dan sunah nabi (hadits), tentu selain sumber empiris yang factual atau induktif dan rasional atau deduktif. Pebedaan dikalangan muslim lebih priporitas pada wahyu, apakah wahyu menjadi alat konfirmasi (pembenar) atas penemuan fakta empiris rasional atau justru menjadi alat informasi terhadap lahir dan jalannya ilmu pengetahuan.
Para pilosuf barat berpendapat yang dikenal dengan adanya aliran rasionalisme, aliran empirisme dan aliran kritisisme.
Cabang-cabang filsafat
Sekalipun bertanya tentang seluruh realitas, filsafat selalu bersifat “filsafat tentang” sesuatu: tentang manusia, tentang alam, tentang akhirat, tentang kebudayaan, kesenian, bahasa, hukum, agama, sejarah. Semua selalu dikembalikan keempat bidang induk :
1. Filsafat tentang pengetahuan
Obyek material : pengetahuan (“episteme”) dan kebenaran, epistemologi, logika, kritik ilmu-ilmu.
2. Filsafat tentang seluruh keseluruhan kenyataan
Obyek material : eksistensi (keberadaan) dan esensi (hakekat) metafisika umum (ontologi), metafisika khsusus antropologi (tentang manusia), kosmologi (tentang alam semesta), teodise (tentangTtuhan).
3. Filsafat tentang nilai-nilai yang terdapat dalam sebuah tindakan
Obyek material : kebaikan dan keindahan etika, estetika.
4. Sejarah filsafat
Beberapa penjelasan diberikan disini khusus mengenai filsafat tentang pengetahuan. Dipertanyakan : apa itu pengetahuan? Dari mana asalnya? Apa ada kepastian dalam pengetahuan, atau semua hanya hipotesis atau dugaan belaka ?
Pertanyaan tentang kemungkinan-kemungkinan pengetahuan, batas-batas pengetahuan, asal dan jenis-jenis pengetahuan dibahas dalam epistemologi.
Logika (logikos) berhubungan dengan “pengetahuan“, berhubungan dengan “bahasa”. Disini bahasa dimengerti sebagai cara bagaimana pengetahuan itu dikomunikasikan dan dinyatakan. Maka logika merupakan cabang filsafat yang menyelidiki kesehatan cara berfikir serta aturan-aturan yang harus dihormati supaya pernyataan-pernyataan sah adanya.
Pastilah ada filsafat tentang agama, yaitu pemikiran filsafati (kritis, analitis, rasional) tentang gejala agama. Hakekat agama sebagai wujud dari pengalaman religius manusia, hakikat hubungan manusia dengan Yang Kudus (numen). Adanya kenyataan tran-empiris, yang begitu mempengaruhi dan menentukan, tetapi sekaligus membentuk dan menjadi dasar tingkahlaku manusia. Yang Kudus itu dimengerti sebagai Mysterium Tremendum et Fascinosum, kepadanya manusia hanya beriman, yang diamati (oleh seorang pengamat) dalam perilaku hidup yang penuh dengan sikap “takut-dan-taqwa”, wedi-lan-asih ing panjenengane.












BAB V
METODE ILMU PENGETAHUAN
Kata metode berasal dari bahasa Yunani, yang terdiri dari kata “meta” yang benar melalui dan hodos yang berarti jalan. Jadi secara etimologis, metode diartikan sebagai cara mengerjakan sesuatu.
Dalam filsafat pendidikan, metode merupakan alat yang dipergunakan untuk mencapai tujuan pendidikan. Alat itu mempunyai dua fungsi, yaitu bersifat polipragmatis dan bersifat monopragmatis. Polipragmatis apabila metode itu mengandung kegunaan yang serba ganda (multipurpose) artinya pada situasi dan kondisi tertentu bisa merusak dan pada situasi dan kondisi tertentu bisa bermanfaat, tergantung pada si pemakai atau pada corak, bentuk dan kemampuan alat itu sendiri, seperti alat VCD dan DVD. Metode yang bersifat monopragmatis adalah alat yang hanya dapat dipergunakan untuk mencapai satu macam tujuan saja.
Metode mengandung implikasi bahwa proses penggunaannya besifat konsisten dan sistematis, karena sasaran dari metode adalah manusia yang sedang mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Jadi penggunaan metode dalam proses kependidikan pada hakekatnya adalah pelaksanaan sikap hati-hati dalam pekerjaan mendidik dan atau mengajar.
Metode pendidikan menurut Thomas C.Shandley dan Mark C.Shandley dalam buku College is Only The Beginning (Belajar di Perguruan Tinggi hanyalah Sebuah Permulaan), yang diedit oleh John N. Gardner dan A. Jerome Jewler, Guru Besar pada Universitas California, Colombia, diterbitkan oleh Wadswort Publishing Company, Belmont, California, pada bagian 16 halaman 225, bejudul Beyond Academics: Activities, ditulis oleh Thomas C.Shandley dan Mark C.Shandley.
Beberapa manfaat yang didapat oleh mahasiswa dengan mengikuti berbagai kegiatan di kampus diantaranya:
• Merupakan tambahan program dari sebuah pendidikan, rekreatif dan nilai-nilai moral.
• Membantu dalam memahami mahasiswa lain dengan penuh perhatian.
• Membantu mengembangkan kemampuan intelektual, spiritual, kesehatan dan sosial kemasyarakatan.
• Membangun kemampuan pribadi untuk memimpin yang lain, bagaimana cara merespon reaksi yang lain dan kerjasama dengan orang lain.
• Menambah kemampuan akademik dan mendapatkan kesempatan pengalaman belajar.
• Menghasilkan nilai-nilai kehidupan dan kesempatan mendapatkan pengalaman dalam sebuah organisasi kemahasiswaan.
• Memperoleh pengalaman kemampuan pribadi baik secara physik maupun intelektual.
Metode yang dikembangkan dari konsep ini adalah metode belajar siswa aktif. Artinya bahwa keberhasilan pendidikan itu ditentukan oleh aktivitas siswa itu sendiri. Dari konsep ini pula lahir demokratisasi dalam pendidikan, dimana setiap peserta didik mempunyai hak mandiri untuk menentukan jenis, jalur dan metode pendidikan yang diinginkan. Pendidikan yang tadinya terfokus pada guru (teacher centre), berubah menjadi child centre dimana pendidikan terfokus kepada peserta didik.
Analisis
Beberapa filosof memberikan konsep yang berbeda tentang metode pendidikan, diantaranya :
 Al Ghazali
Secara tegas Al Ghazali menulis tentang metode pendidikan sebagai berikut :
Seorang pendidikan agar memperoleh sukses dalam tugasnya harus menggunakan pengaruhnya serta cara yang tepat arah. Dalam hal pendidikan AL Ghazali lebih cenderung berfaham empirisme, karena beliau sangat menekankan pengaruh pendidikan terhadap anak didik.
Dalam kitab Ihya ‘Ulumuddin’ beliau menulis: metode untuk melatih anak adalah salahsatu dari hal-hal yang amat penting. Hatinya bersih, murni laksana permata yang amat berharga, sederhana dan bersih dari ukiran atau gambaran apapun. Ia dapat menerima ukiran yang digoreskan kepadanya dan akan cenderung ke arah manapun yang kita kehendaki.
Atas dasar pandangan itu Al Ghazali lebih menekankan pada perbaikan sikap dan tingkahlaku guru dalam mendidik. Seperti diantaranya, guru harus bersikap mencintai muridnya bagaikan anaknya sendiri, guru tidak mengharapkan upah dari tugas pekerjaannya, guru agar menasehati muridnya bahwa ilmu itu untuk mendekatkan diri kepada Allah, guru harus memberi contoh yang baik, guru harus mendorong muridnya untuk mencari ilmu yang bermanfaat, guru harus mengamalkan ilmunya, guru harus memahami jiwa anak didiknya.
Dalam hal kewajiban murid, Al Ghazali lebih menekankan kewajiban murid harus patuh, tunduk dan taat sepenuhnya kepada guru. Al Ghazali lebih berfaham morali idealis, karena pendidikan yang diinginkan adalah pendidikan yang diarahkan kepada pembentukan akhlak mulia.
 Ibnu Khaldun
Prinsip pandangannya tentang pendidikan nampak pada sikapnya yang menganggap bahwa manusia berbeda dengan binatang karena kemampuan berfikirnya. Manusia sebagai makhluk berakal, dengan akal pikirannya itulah yang menjadi dasar semua kegiatan belajarnya.
Dalam proses belajar, akal pikiran memungkinkan untuk menangkap pengertian, baik dari ucapan maupun tulisan serta mampu pula mengambil kesimpulan tenang hukum-hukum yang membentuk susunan dan relasi antara berbagai pengertian yang berbeda.
Hendaknya tidak memberikan pelajaran tentang hal-hal yang sulit kepada anak yang baru mulai belajar. Anak harus diberikan pendidikan secara bertahap menuju kesempurnaannya.
Agar anak didik diberikan pelajaran dari hal yang sederhana yang dapat ditangkap oleh akal pikirannya, baru kemudian diberikan hal-hal yang lebih luas.
Jangan memberikan ilmu yang melebihi kemampuan akal pikiran anak didik, karena akan mengakibatkan anak itu menjauhi pelajaran itu dan malas mempelajarinya.
 Ibnu Sina
Dalam hubungannya dengan pemikiran pilosofis kependidikan, Ibnu Sina tidak banyak memberikan pendapatnya. Beberapa pendapatnya hampir sama dengan pendapat Al Ghazali dan Ibnu Khaldun. Tekanan utama yang diinginkan oleh Ibnu Sina adalah pendidikan moral. Hal ini menunjukkan bahwa dalam hal pendidikan, Ibnu Sina memiliki faham idealisme. Aklhlak yang mulia akan dapat dikembangkan dalam diri pribadi semenjak masa kanak-kanak sejalan dengan kecenderungannya yang baik. Pendidikan akhlak lebih tepat bila dilakukan dalam keluarga oleh orangtua anak.
Metode yang diperlukan dalam mendidik akhlak anak adalah metode pembiasaan; perintah dan larangan; pemberian suasana (metode situasional); uswatun hasanah; memberi motivasi (dorongan); pemberian hadiah dan hukuman; tarchib wa targhieb dan metode persuasif (ichaas wal I’raadh). Secara khusus Ibnu Sina menulis :
1. Anak harus dijauhkan dari kemarahan, takut atau perasaan sedih serta kurang tidur.
2. Setiap saat harus diperhatikan keinginannya atau kesenangannya lalu diusahakan memenuhinya dan hal-hal yang tidak disukai harus dijauhkan.
 Muhammad Abduh
Muhammad Abduh menghendaki adanya pembaharuan dalam sikap dan pandangan di kalangan umat islam. Sikap dan pandangan baru itu menyangkut cara memahami dan menafsirkan ajaran Islam Perubahan sikap dan pandangan ini tidak bisa lain kecuali harus melalui proses kependidikan. Sebagai seorang idealis yang rasionalistis, Muhammad Abduh dalam kegiatan belajar mengajar menekankan pada metode yang berprinsip atas kemampuan rasio sebagai pengganti metode verbalisme (menghafal) dalam mempelajari ajaran islam dari sumbernya yaitu Alquran dan Al Sunnah. Metode demonstrasi sering pula digunakan dalam cara menulis huruf arab dengan jelas dan sederhana.
Modernisasi dalam sistem pendidikan beliau mengusulkan adanya 3 jenis sekolah, yaitu :
1. Sekolah Dasar hendaknya mengajarkan : membaca, menulis, berhitung, sejarah islam, pendidikan agama dan pendidikan moral.
2. Sekolah-Sekolah khusus yang mendidik calon pegawai dan militer, hendaknya juga diberi pendidikan agama dan moral.
3. Sekolah-Sekolah khusus untuk mendidik para ulama hendaknya diberi mata pelajaran yang luas, tidak hanya agama, melainkan juga sejarah umum. Kurikulum sekolah tersebut hendaknya memasukan mata pelajaran bahasa asing, matematika, dan pengetahuan alam.





















BAB VI
SARANA ILMU PENGETAHUAN
Berpangkal dari hasrat kognitif dan kebutuhan rasional, manusia melakukan rangkaian pemikiran dan kegiatan rasional yang selanjutnya melahirkan ilmu. Secara sederhana, ilmu adalah pengetahuan yang sudah teruji kebenarannya. Dalam pengertian yang lebih luas ilmu adalah rangkaian aktivitas manusia yang rasional dan kognitif dengan berbagia metode berupa aneka prosedur dan langkah sehingga menghasilkan kumpulan pengetahuan yang sistematis mengenai gejala-gejala kealaman, kemasyarakatan atau keorangan untuk tujuan mencapai kebenaran, memperoleh pemahaman, memberikan penjelasan ataupun melakukan penerapan.
Berfikir artinya aktivitas mempelajari sesuatu dengan menggunakan fikiran secara aktif. Berfikir ilmiah atau berfikir rasional atau berfikir secara aktif. Berfikir ilmiah atau berfikir rasional atau befikir logis ialah befikir yang mematuhi kaidah-kaidah ilmu, mematuhi aturan rasio atau ketentuan-ketentuan logika baik logika tradisional mapun logika modern. Kaidah ilmu sebagai proses dalam arti aktivitas penelitian, ilmu sebagai prosedur dalam arti metode ilmiah dan ilmu sebagai produk dalam arti pengetahuan yang sistematis.
Sarana adalah alat yang membantu kita dalam mencapai sesuatu tujuan. Untuk melakukan kegiatan ilmiah secara baik diperlukan sarana berfikir. Tersedianya sarana tersebut memungkinkan dilakukan penelaahan ilmiah secara teratur dan cermat. Penguasaan sarana berfikir ilmiah merupakan suatu hal yang bersifat imperatif bagi seorang ilmuwan. Tanpa menguasai sarana ilmiah, maka kegiatan ilmiah yang baik tidak akan dapat dilakukan.
Sarana ilmiah pada dasarnya merupakan alat yang membantu kegiatan ilmiah dalam berbagai aktivitas yang ditempuhnya. Pada langkah tertentu biasanya diperlukan pula sarana yang tertentu pula. Karena itu sebelum mempelajari sarana-sarana ilmiah seyogyanya kita menguasai terlebih dahulu langkah-langkah kegiatan ilmiah. Dengan cara ini, maka akan sampai pada hakikat sarana yang sebenarnya, sebab sarana merupakan alat yang membantu kita dalam mencapai suatu tujuan tertentu.


SARANA BERFIKIR ILMIAH
 BAHASA
Bahasa dapat diimplementasikan sebagai rangkaian bunyi yang mempunyai arti tertentu disusun dalam bentuk kata sebagai alat komunikasi. Kata pada dasarnya berupa lambang yang merupakan akumulasi pengalaman dan pemikiran manusia melalui lambang-lambang ini manusia dapat berfikir dan belajar dengan baik meski obyek yang sedang difikirkan tidak berada didekat kita. Dengan bahasa manusia dapat mengkomunikasikan apa yang sedang difikirkan kepada orang lain, dapat mengekspresikan sikap dan perasaan, dan manusia dapat hidup dalam dunia simbolik yang dinyatakan dengan bahasa.
Manusia dapat berfikir dengan baik karena dia mempunyai bahasa. Adanya simbol bahasa yang bersifat abstrak, memungkinkan manusia untuk memikirkan sesuatu secara berkelanjutan. Demikian pula, bahasa memberikan kemampuan untuk berfikir secara teratur dan sistematis. Transformasi obyek factual menjadi simbol abstrak yang diwujudkan lewat perbendaharaan kata-kata kemudian dirangkaikan oleh tata bahasa dipergunakan untuk mengemukakan jalan pemikiran dan perasaan. Karena itu, bahasa mempunyai aspek informatif dan aspek emotif, sehingga bahasa merupakan sarana untuk mengemukakan buah fikiran, perasaan dan sikap.
Sebagai sarana komunikasi ilmiah, bahasa memiliki beberapa kekurangan. Bahasa memiliki peranan yang multi fungsi sebagai sarana komunikasi emotif, afektif dan simbolik, sedang komunikasi ilmiah mengharapkan bahwa itu hanya sebagai sarana komunikasi simbolik saja. Kekurangan kedua, yakni bahasa memiliki arti yang tidak jelas dan eksak yang dikandung oleh kata-kata yang membangun bahasa. Disamping itu bahasa mempunyai beberapa yang memberikan arti yang sama, atau sebaliknya ada satu kata memiliki arti yang berbeda, sehingga bahasa sering bersifat berputar-putar dalam mempergunakan kata-kata, sehingga kebanyakan dari pernyataan dan pertanyaan ahli filsafat timbul dari kegagalan mereka untuk menguasai logika bahasa.



 LOGIKA
Penalaran merupakan suatu proses berfikir yang menghasilkan pengetahuan. Agar pengetahuan yang dihasilkan itu mempunyai dasar kebenaran, maka proses berfikir itu pun harus dilakukan dengan cara yang benar. Cara penarikan kesimpulan yang benar ini disebut logika, sehingga logika didefinisikan secara luas sebagai pengkajian untuk berfikir secara shahih.
Ada dua jenis cara penarikan kesimpulan, yaitu logika induktif dan logika deduktif. Logika induktif, yaitu penarikan kesimpulan dari kasus-kasus individual nyata menjadi kesimpulan yang bersifat umum. Sedang logika deduktif, yaitu menarik kesimpulan dari hal-hal yang bersifat umum menjadi kasus-kasus yang bersifat individual (khusus).
Kelebihan logika induktif adalah bersifat ekonomis dan dapat dimungkinkan proses penalaran berikutnya baik secara induktif maupun secara deduktif. Sedangkan logika deduktif disebut juga silogismus, yang tediri dari dua pernyataan dan sebuah kesimpulan. Ketepatan penarikan kesimpulan tergantung dari tiga hal, yaitu kebenaran premis mayor, kebenaran premis minor, dan keabsahan penarikan kesimpulan. Sekiranya salahsatu dari ketiga unsur tersebut kemasyarakatannya tidak terpenuhi, maka kesimpulan yang ditariknya akan salah.

 MATEMATIKA
Sebagaimana diuraikan terdahulu bahwa bahasa verbal mempunyai beberapa kelemahan yang sangat mengganggu. Untuk mengatasi kekurangan itu, maka menyampaikan informasi pemikiran ilmiah dipergunakan dipergunakan matematika. Matematika adalah bahasa yang dilambangkan dengan serangkaian makna dari pernyataan yang ingin disampaikan. Karena itu matematika adalah bahasa dalam bentuk lambang yang berusaha untuk menghilangkan sifat kabur, majemuk dan emosional dari bahasa verbal. Atas hal ini, maka pernyataan matematika mempunyai sifat yang jelas, spesifik dan informatif dengan tidak menimbulkan konotasi yang bersifat emosional.


 STATISTIKA
Penarikan kesimpulan secara induktif menghadapkan kita kepada sebuah permasalahan mengenai banyaknya kasus yang harus kita amati untuk sampai kepada suatu kesimpulan yang besifat umum. Dalam pelaksanaannya kegiatan seperti ini membutuhkan tenaga, biaya dan waktu yang banyak sekali. Untung statistika memberikan sebuah jalan keluar. Statistika memberikan cara untuk dapat menarik kesimpulan yang bersifat umum dengan jalan mengamati hanya sebagian dari populasi yang diteliti, yang disebut sampel.
Statistika mampu memberikan secara kuantitatif tingkat ketelitian kesimpulan yang ditarik, didasarkan pada asas yang sangat sederhana, yaitu makin besar contoh yang diambil, maka makin tinggi pula tingkat ketelitian kesimpulan itu, makin sedikit contoh yang diambil, makin rendah pula tingkat ketelitiannya. Statistika juga memberikan kemampuan kepada kita untuk mengetahui apakah suatu hubungan kualitas antara dua faktor atau lebih bersifat kebetulan atau memang benar-benar terkait dalam suatu hubungan yang bersifat empiris. Karakteristik statistika sering kurang dikenal dengan baik sehingga orang sering melupakan pentingnya statistika dalam penelitian keilmuan. Logika lebih banyak dihubungkan dengan matematika dan jarang sekali dihubungkan dengan statistika, padahal hanya logika deduktif yang berkaitan dengan statistika. Hal ini menimbulkan kesan seolah-olah matematika lebih tinggi dibandingkan dengan statistika dalam penelaahan keilmuan, padahal secara hakiki statistika mempunyai kedudukan yang sama dalam penarikan kesimpulan induktif seperti juga kedudukan matematika dalam penarikan kesimpulan deduktif. Kesimpulan deduktif sama pentingnya dengan kesimpulan induktif dalam kegiatan penelaahan ilmiah.
Peluang yang merupakan dasar dari teori statistika, merupakan konsep baru yang belum dikenal dalam pemikiran eropa abad pertengahan. Teori kombinasi bilangan yang terdapat dalam aljabar dikembangkan oleh ilmuwan muslim masih belum dalam lingkup teori peluang. Statistika yang relatif sangat cepat terutama pada dasawarsa 50-an. Penelitian ilmiah baik yang berupa survey maupun eksperimen, dilakukan dengan lebih cermat dan teliti mempergunakan teknik-teknik statistika yang dikembangkan sesuai dengan kebutuhan.

BAB VII
ALAT ILMU PENGETAHUAN
Ilmu pengetahuan mempunyai sifat netral dan terbuka bagi siapa saja karena ilmu tidak pernah mengartikan pengetahuan berdasarkan putusan sendiri, ilmu dapat menandakan adanya suatu keseluruhan ide yang mengacu pada objek yang sama saling berkaitan secara objektif pula.
Dilihat dari kategorisasinya, ilmu dapat diperoleh menjadi beberapa bagian, diantaranya : iliuminisasi atau ilmu makrifat dan ilmu sains. Sedangkan dari segi alatnya, alat ilmu pengetahuan adalah panca indera (empirisme, otak (rasionalisme) intusi dan waktu (kalangan filosup muslim).
Model-model yang dipergunakan dalam memperoleh ilmu :
1. Skeptipisme, menurut aliran ini tidak ada suatu cara yang sah untuk mendapatkan ilmu pengetahuan.
2. Akademik doubt, aliran ini berpangkal pada keraguan (doubt) sebagai jembatan perantara menuju suatu kepastian.
3. Rasionalisme, suatu cara untuk memperoleh ilmu pengetahuan dengan mengandalkan suatu pikiran, karena akal dapat membedakan mana yang baik dan buruk.
4. Intuisi, aliran ini membagi alam nyata kepada dua bagian :
a. Alam pertama : yang dapat diobservasi dan dieksperimentasikan oleh ilmu-ilmu pengetahuan.
b. Alam inintuisi : yang berkiatan dengan jiwa, yang tidak mungkin ditundukan dengan pengalaman atau analogi.
5. Wahyu, cara ini bersifat metafisik dan bercirikan transendental, lintas empiris dan supra inderawi, serta supra rasio.



BAB VIII
ETIKA ILMU PENGETAHUAN
Kematangan berfikir ilmiah sangat ditentukan oleh kematangan berfikir rasional dan berfikir empiris yang didasarkan pada fakta (objektif) karena kematangan itu mempunyai dampak pada kualitas ilmu pengetahuan. Dengan demikian pendekatan filsafat ilmu mempunyai implikasi pada sistematika pengetahuan sehingga memerlukan prosedur harus memenuhi aspek metodologi.
Etika adalah cabang aksiologi yang banyak membahas tentang nilai baik dan buruk, etika mengandung 3 pengertian :
1. Kata etika bisa dipakai dalam arti nilai-nilai atau norma moral yang menjadi pegangan seseoarang atau kelompok orang dalam mengatur tingkahlakunya.
2. Etika berarti kumpulan asas atau nilai moral, misalnya kode etik.
3. Etika merupakan ilmu tentang yang baik dan yang buruk.
Sementara itu penyelidikan tingkahlaku moral dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Etika deskriptif : moral dalam arti luas, seperti adat kebiasaan.
2. Etika normatif : seseorang melibatkan diri dengan mengemukakan penilaian tentang perilaku manusia.
3. Meta etika : awalan meta (yunani) berarti “melebihi” untuk mengatasi konflik-konflik batin dikemukakan teori-teori etika yang dimaksud untuk menyediakan konsistensi dan koheren dalam mengambil keputusan-keputusan moral:
a. Konsekuensialisme : teori ini menjawab “apa yang harus saya lakukan”
b. Deontologi : teori ini menganut bahwa sesuatu perbuatan bersifat etis, bila memenuhi kewajiban atau berpegang pada tanggungjawab.
c. Etika hak : dikatakan bahwa tuntutan seseorang, yaitu haknya ditanggapi dengan sungguh-sungguh.
d. Intuisionisme : teori ini berusaha memecahkan dilema-dilema etis dengan berpijak pada intuisi, yaitu kemungkinan yang dimiliki seseorang untuk mengetahui secara langsung apakah sesuatu itu baik atau buruk.
























BAB IX
ESTETIKA ILMU PENGETAHUAN
Estetika berasal dari bahasa Yunani, aisthetike. Estetika secara sederhana adalah ilmu yang membahas keindahan, bagaimana ia bisa terbentuk, dan bagaimana seseorang bisa merasakannya. Pembahasan lebih lanjut mengenai estetika adalah sebuah filosopi yang mempelajari nilai-nilai sensoris, yang kadang dianggap sebagai penilain terhadap sentiment dan rasa. Estetika merupakan cabang yang sangat dekat dengan filosopis seni.
Istilah estetika pertama kali digunakan oleh filsuf Alexander Gottlieb Bau Garten pada tahun 1735 untuk pengertian ilmu tentang hal yang bisa dirasakan lewat perasaan.
Pada masa kini etsetika bisa berarti tiga hal, yaitu: Studi mengenai Fenomena estetis, studi mengenai fenomena presepsi, studi mengenai seni sebagai hasil pengalaman estetis.
A. PENILAIAN KEINDAHAN
Meskipun awalnya sesuatu yang indah dinilai dari aspek teknis dalam membentuk suatu karya, namun perubahan pola pikir dalam masyarakat akan turut mempengaruhi penilaian terhadap keindahan. Misalnya pada masa romantisme di Perancis, keindahan berarti kemampuan menyajikan sebuah keagungan. Pada masa realisme, keindahan berarti kemampuan menyajikan sesuatu dalam keadaan apa adanya. Pada masa maraknya de Stijl di Belanda, keindahan berarti kemampuan mengkomposisikan warna dan ruang dan kemampuan mengabstraksi benda.
Perkembangan lebih lanjut menyadarkan bahwa keindahan tidak selalu memiliki kerumusan tertentu. Ia berkembang sesuai penerimaan masyarakat terhadap ide yang dimunculkan oleh pembuat karya. Karena itulah dikenal dua hal dalam penilaian keindahan, yaitu the beauty, suatu karya yang memang diakui banyak pihak memenuhi standar keindahan dan the ugly, suatu karya yang sama sekali tidak memenuhi standar keindahan oleh masyarakat banyak biasanya dinilai buruk, namun jika dipandang dari banyak hal ternyata memperlihatkan keindahan.


B. SEJARAH PENILAIAN KEINDAHAN
Keindahan seharusnya sudah dinilai begitu karya seni pertama kali dibuat. Namun rumusan keindahan pertama kali yang terdokumentasi adalah oleh filsup Plato yang menentukan keindahan dari proporsi, keharmonisan, dan kesatuan. Sementara Aristoteles menilai keindahan datang dari aturan-aturan, kesimetrisan, dan keberadaan.
Penilaian estetik terhadap sosok wanita antara seseorang dengan orang lainnya akan berbeda. Ruslan Abdul Ghani dan Shohib Muslim misalnya, yang mengatakan bahwa yang estetik itu bukan pada tubuhnya, tapi pada auranya. Sifat metafisik, tidak tampak sekaligus tidak sensual. Estetika sesungguhnya terletak pada dimensi ketuhanan dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan. Dan ini, sudah sulit didapat. Adalagi yang mengatakan, bahwa yang estetik dari seorang wanita itu, ya cantik dari sisi fisik dan cantik dari sisi metafisik. Auranya bagus, imannya juga bagus. Perilaku pakaian terbuka mungkin dianggap tidak bersusila untuk masyarakat tertentu. Tapi bagi masyarakat lain, seperti misalnya masyarakat Bali, Papua yang terbiasa menggunakan pakaian terbuka.
Dalam sistem seperti ini, nilai estetik memang menjadi sangat subjektif selain tentu bersifat locally. Estetika bertugas mempertanyakan hakikat keindahan dan kesenian yang menunjang terhadap pemaknaan seni bagi kehidupan manusia. Kajian tentang nilai estetika, dalam ruang filsafat ilmu diberi nama askiologi.
Estetika merupakan bagian dari tri tunggal, yankni teori tentang kebenaran (epistemologi), kebaikan dan keburukan (etika), dan keindahan itu sendiri (estetik). Estetika misalnya berbicara mengenai hakekat keindahan. Selain itu estetika juga berbicara tentang teori mengenai seni. Seni yang melukiskan bahasa perasaan. Dengan demikian, estetika berarti suatu teori yang meliputi penyelidikan mengenai yang indah, penyelidikan mengenai prinsip-prinsip yang mendasari seni dan pengalaman yang bertalian dengan seni, penciptaan seni, penilaian terhadap seni atau perenungan terhadap seni.
C. SENI : PERASAAN INTUISI
Bernedet to Croce memberikan penilaian terhadap seni dengan menyebut sebagai kejiwaan. Croce mendekati masalah estetika dengan jalan melakukan analisis terhadap kegiatan kejiwaan. Dengan demikian, seni tidak dapat dinilai dari aspek fisiknya. Tetapi seni harus dilihat dari makna substansinya. Misalnya, ada seorang pelukis yang menggambarkan deretan gunung-gungung landai di Garut dengan seorang wanita desa yang elok. Seni lukis dan seni gambar dimaksud, tentu saja tidak akan terasa indahnya, tidak dapat dinilai dari segi fisiknya, entah kanvasnya atau warnanya. Jika seni dilihat dalam perspektif yang demikian, maka ia akan kehilangan nilai estetikanya. Dengan demikian, karya yang baik adalah sebuah kegiatan yang diproduk melalui perasaan dan dinikmati melalui perasaan.
D. SENI MENGOBYEKTIVIKASI KEINDAHAN RASA NIKMAT
Keindahan bukan kualitas suatu objek melainkan hanya suatu karakter yang bersangkutan dengan perasaan. Banyak kenikmatan yang tidak merupakan bagian citra kita.
E. KEINDAHAN SEBAGAI TANGKAPAN AKAL
Akal akan selalu gelisah apabila menyadari apabila dirinya tidak sempurna. Berdasarkan anggapan tersebut, maka salahsatu syarat keindahan ialah harus ada keutuhan dan kesempurnaan. Apa yang dimaksud dengan indahnya sesuatu, sejatinya bukan keindahan yang mutlak. Keindahan yang dimaksud apabila ditangkap dapat menimbulkan kesenangan pada akal. Selain tiu, akal juga mengatur persoalan ketertiban. Suatu obejk dapat disebut indah karena objek tersebut memiliki kesempurnaan yang juga dipunyai akal. Secara alami, akal merasa senang pada sesuatu yang indah. Karena didalam sesuatu yang indah dimaksud, ia akan menemukan dirinya kembali dan berhubungan dengan panca inderanya sendiri.
F. SENI SEBAGAI EKSPRESI PENGALAMAN
Pengalaman merupakan akibat, tanda, serta imbalan yang terjadi adanya keadaan saling mempengaruhi antara organisasi dengan alam lingkungan. Apabila keadaan tersebut telah terwujud secara sempurna, maka penyelidikan bentuk dari suatu keadaan tersebut terjelma dari keadaan yang saling mempengaruhi. Pengalaman akan melahirkan kualitas perasaan yang menimbulkan kepuasan.



G. KESIMPULAN
Estetika secara sederhana adalah ilmu yang membahas keindahan. Estetika secara etimologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu aisthetike. Pertama kali digunakan oleh filsuf Alexander Gottlieb Baumgarten, untuk pengertian ilmu tentang hal yang bisa dirasakan lewat perasaan. Pada masa kini etsetika dapat berarti : Studi mengenai Fenomena estetis, studi mengenai fenomena presepsi, studi mengenai seni sebagai hasil pengalaman estetis.
Penilaian keindahan dapat juga dipengaruhi oleh pola pikir masyarakat misalnya pada masa romantisme di Perancis, keindahan berarti kemampuan menyajikan sebuah keagungan. Pada masa realisme, keindahan berarti kemampuan menyajikan sesuatu dalam keadaan apa adanya. Pada masa de Setijl di Belanda, keindahan berarti kemampuan mengkomposisikan warna dan ruang dan kemampuan mengabstraksi benda.
Estetika yang sesungguhnya terletak pada dimensi ketuhanan dan menjunjng tinggi nilai-nilai kemanusiaan. Estetika merupakan bagian dari tri tunggal, yankni teori tentang kebenaran (epistemologi), kebaikan dan keburukan (etika), dan keindahan itu sendiri (estetik).
Dengan demikian, estetika berarti suatu teori yang meliputi : penyelidikan mengenai yang indah; penyelidikan mengenai prinsip-prinsip yang mendasari seni; dan pengalaman yang bertalian dengan seni, penciptaan seni, penilaian terhadap seni atau perenungan terhadap seni.










BAB X
METODE BERFIKIR ILMIAH
Metode ilmiah adalah cara atau prosedur yang digunakan dalam kegiatan untuk memperoleh pengetahuan secara ilmiah atau ilmu. Langkah-langkahnya :
1. Penetapan atau perumusan masalah.
2. Penyusunan kerangka berfikir.
3. Perumusan hipotesis.
4. Pengujian hipotesis dan
5. Penarikan kesimpulan.
Metode ilmiah dengan mempertimbangkan kesesuaiannya dengan objek studi dan bukan mencocokan objek studi dengan metode. Jika setiap upaya dinyatakan sebagai upaya ilmiah, pertanyaan dasar yang diajukan sebagai tantangan terhadapnya ialah ada tidaknya sistem dan metode yang menjadi pedoman.
Pengetahuan yang dipergunakan dalam penalaran itu bersumber pada rasio atau pada fakta. Paham rasionalisme menyatakan bahwa rasio adalah sumber kebenaran, sedangkan empirisme berpendapat bahwa fakta yang tertangkap melalui pengalaman merupakan sumber kebenaran. Tidak semua data dapat dikuantitatifkan dan dianalisis secara statistik. Misalnya, dalam penelitian deskriptif, eksploratif, studi kasus, menggunakan wawancara atau angket dan tidak harus menggunakan statistik. Metode penelitian seperti ini juga merupakan metode yang ilmiah.
Dalam perkembangannya, metode ilmiah juga dimiliki oleh penelitian-penelitian sosial atau non IPA lainnya, meskipun langkahnya berbeda-beda. Hipotesis yang berupa pernyataan rasional perlu didukung oleh fakta-fakta empiris. Untuk itu fakta-fakta yang relevan harus dikumpulkan untuk menilai apakah hipotesis itu didukung oleh fakta-fakta atau tidak. Fakta-fakta yang berhasil dikumpulkan kemudian dianalisis dan diinterprestasikan melalui penelitian yang menggunakan eksperimen atau tanpa eksperimen untuk mengetahui apakah data empiris tadi mendukung atau tidak mendukung hipotesis itu.

Kebenaran dan Sikap Ilmiah
Paradigma merupakan cara pandang kelompok ilmuwan tertentu dalam menghadapi suatu masalah. Dalam kajian tertentu, mereka sepakat menerima praktik-praktik, hukum, teori, konsep-konsep, dan instrumen-instrumen yang dipilih sehingga melahirkan tradisi penelitian tertentu untuk mencari “kebenaran”. Beberapa paradigma untuk mencari kebenaran adalah paradigma logika, paradigma ilmiah, paradigma naturalistis, dan paradigma modus operandi. Paradigma logika memandang bahwa kebenaran dapat ditunjukkan bila ada konsistensi dengan aksioma dan definisi-definisi yang berlaku. Menurut paradigma ilmiah, kebenaran diperoleh setelah hipotesis diverifikasi melalui eksperimen. Teknik yang dilakukan paradigma naturalistis adalah studi lapangan. Dengan pengalaman yang cukup dalam meneliti fenomena dilapangan akan diperoleh kesimpulan yang memang tidak dapat dilakukan.

0 komentar:

Posting Komentar