Minggu, 20 Mei 2012

puisiku

jagat alit

telah kau ziarahi kesepianmu di antara kilatan
lampu pada aroma kemenyan. Menggusur kelaparan
nurani yang resah memandang gedung-gedung
dalam cawan darah dan airmata membungkus salam
kepada jagat. Dibentangkan kain mertuamu
sedang aku memunguti masa lalu dengan menyobek
almanak yang sekarat dimakan waktu
seperti pohon-pohon sepanjang pantai. Kita
mesti istirah meluruskan badan mengencangkan
segala impian kanak-kanak untuk kita jual
televisi menayangkannya pada kesia-siaan sajak
membias wajah memar di jalan-jalan menuju
pendopo. Tergantung keasingan menuliskan angka
angka yang membakar cerobong pabrik-pabrik
seperti doa diapungkan gelombang. Terbaca
kesengsaraanmu pada pucuk daun kering luruh
mengkristalkan kebohongan peradaban
masihkah kau menunggu suluk ki dalang
yang menidurkan segala impian dan angan-angan
terbuang. seribu gunungan menutupi kecemasan
kita pun terlahir dari rahim yang sama
dan bumi ini akan menangis menyaksikan segala
hujatan. Bulan lengser bersama jerit tangis
dan darah membusuk jadi tumbal sejarah

0 komentar:

Posting Komentar