Selasa, 22 Mei 2012

puisiku

interlude

di antara kelengangan yang kau tangkap
rumah. Lorong itu semakin senyap
hanya daun menyisik kaca jendela
rindupun hanyut dalam dingin malam
menggugurkan cuaca rintik hujan
seperti ceritamu padang-padang pasir
menggenapkan mimpi. Begitu saja terkubur
bagi adam yang menangis dengan buah khuldi
di tangan kiri dan tangan kanan menggenggam
matahari yang membakar rambutmu. Tergerai
menyela bulan purnama atas fatamorgana
jadi prasasti perselingkuhan. Jaman telah
mensejarahkan cinta ibu yang terkapar
seperti eros memanjat bibir-bibir gunung
sementara airmata. Tersalib mengusung
kegetiran sepanjang undukan supermarket
mengirim gambar romantisme telenovela
menterjemahkan kerinduan yang terlantar
di antara masjid-gereja-wihara-candi
membentangkan kesucian para utusan untuk
meredam amarah peperangan. Musim
telah menggugurkannya

0 komentar:

Posting Komentar