Rabu, 16 Mei 2012

puisiku

kenduri cinta

sejarah yang menganga di hadapan kita
telah menjadi peradaban mampu menafikan
gelisah jiwa katamu. Bulan tersenyum atas
kenduri cinta sambil menjelaskan kembali airmata
sepanjang trotoar dan merasakan anggur
bagi bibirmu yang mengajarkan mimpi malam
tentang orang-orang berlarian dikejar-kejar
para serdadu atas suara-suara pembenaran
kekuasaan memitoskan masa silam
padahal baru saja kita nikmati kemerdekaan
tapi tidak dengan berteriak dijalan-jalan
yang menyuguhkan kejanggalan pada malam
ketika rindu berkaca di antara lekuk tubuh
menterjemahkan kembali masa kanak-kanak
inilah awal percumbuan kita. Katamu sambil
menghembuskan cairan demokrasi baridin
dan ratmina menangkapi isyarat lolongan anjing
bersama gugurnya batas-batas kesucian
bermekaran sepanjang waktu

"Indramayu"

0 komentar:

Posting Komentar