Jumat, 18 Mei 2012

puisiku

pisau waktu

narasi yang ada pada goresanmu menggambarkan
ricik air kran itu membisu saksikan tubuh
menahan beban gelombang. Darahnya menyergap
sudut kanvas menjadikanmu kelimpungan
mengeja hari-hari penuh kenangan pada kaca
menterjemahkan seberapa panjang doa lucan capulet
menyisir padang perburuan 'inilah panen raya itu'
teriak jeihan sambil menutup mata chairil anwar
terbaring diantara perempuan kehilangan matanya
dan hardi membentak-bentak menempelkan wajah persiden
tapi kekuasaan jatuh pada perempuan 'akulah reformasi'
sambil tersenyum surya paloh menjelaskan persatuan dan
kesatuan yang membingungkan impian kanak-kanak

narasi yang kau gelar kini jadi bunga bakung
meliarkan mimpi wergul w. darkum yang meragukan
tepung kanji atas tubuhnya dan kita pun sempoyongan
mendengarkan suling dermayon mewarnai percintaan
atas genangan sampah tanggul sungai cimanuk
akutersekap ketika kau taburi wajahku dengan lumpur
kehidupan yang menjegal jalanku. bersama fujail
aku bawa keranda yah-ibu melewati kesunyian waktu
maka kunyanyikan reqium aeternam deo sambil membangun
surau-surau di dalam tubuh kami dan matamu nanar
menelanjangi kemiskinan di antara lautan matahari

narasi yang kau buat kini telah menjadi monster
melintasi lautan dan membuat pulau-pulau kecil
tempat kanak-kanak membangun romantisme
tanah moyangnya yang tergusur
seribu buldozer

"Indramayu"

0 komentar:

Posting Komentar