Senin, 07 Mei 2012

puisiku

apologia

kau tawarkan airmata dalam sebuah jambangan. Bunga
tersudut diantara sempitnya lorong-lorong
yang mengajarkan cinta semalam pada rintik hujan
tergerai. Menuntaskan deru buldozer dan leleran air
menebar wajah muram sepanjang lumpur pematang sawah
menguapkan aroma kemenyan adalah irama masa silam
bicaralah pada angin. Diamnya menidurkan puncak
zikir dosa-dosa diisyaratkan ziarah sasar
hingga bunga-bunga menjadi layu dalam rentang waktu
di malam-malam mengeja sorga


memasuki rumah yang kau diami. Suaramu terpelanting
di masjid-masjid menggulung jiwa yang terpetakan
gaungnya dimitoskan nyanyian sejarah impian
dan angin pun saling menyapa. Seperti burung
mencari sarang sambil mengunyah buah-buahan
dari kanak-kanak yang di ceritakann fosil
melahirkan berjuta harapan. Mengenang
betapa lama menjaring keperihan desir angin
dan terik matahari

"Indramayu"




0 komentar:

Posting Komentar