Sabtu, 19 Mei 2012

puisiku

kenduri anak jaman

wajahku memerah mendengar orasi menembus dinding
gedung. Telanjangi mimpi kanak-kanak masuk layar
televisi dari jadi dragon ball atau power ranger
menjaga kesejukan dunia. Tiba-tiba hurufmu
berloncatan memasuki pori-pori dan aku terkapar
atas tumpukan sampah sisa kenduri digelar
bagi kemiskinan. Telah menjadi zombi menutup airmata
menjerat retorika burung-burung memutar gelombang
lautan orang-orang menisbikan dunia semua jadi pudar
di matamu hanya daun-daun gugur tertutup gedung
gedung birokrasi sulit membaca arah tujuannya
di sini. Gerimis telah menjadi momok hidup
bagi pengunjuk rasa atas ketertindasan akar rumput
akulah burung> Tak bisa terbang karena sayapnya
kau ikat diantara tembok kekuasaan yang kau cipta
tuhan. Jangan kau biarkan kutangisi sisa hidup
dan membakar kemenyan dan sejuta kembang
atas kubur moyangku. Sarat memikul beban sejarah
yang diisyaratkan kepedihan batu-batu karang
dalam auratku. tergambar sabang sampai maroke
deberangus amarah dan kabarkan pada juru peta
bahwa kita bbutuh ratu adil untuk ibu pertiwi
sedang orang-orang hanya memperjelas warna lembayung
jadi mitos. Meninabobokan sejarah bercampur warna
darah saudara-saudara kita yang dibungkus fanatisme
dan menghantarkannya ke gelanggang kurusetra
bagaspati pun menjelma di wajahnnya

"Indramayu"

0 komentar:

Posting Komentar